Berterima kasih pada Bulan, tapi Meniadakan Peran Matahari

Posted by Unknown on Friday, March 14, 2014 with No comments
Pada suatu hari, ada orang yang bertanya pada seorang bapak tua, antara matahari dan bulan, manakah yang lebih penting? Setelah berpikir cukup lama, bapak tua menjawab: “Bulan yang lebih penting.” Mengapa? Bapak tua menjawab: “Karena bulan memancarkan cahaya di malam hari, itu adalah saat di mana kita paling membutuhkan cahaya, sedangkan siang hari sudah cukup terang, tapi matahari malah bersinar pada saat itu.”
Anda mungkin akan menertawakan bapak tua ini sebagai orang bodoh, tapi apakah anda tidak berpikir bahwa banyak orang yang beranggapan demikian? Orang yang setiap hari merawat diri anda, anda seakan tidak pernah merasakannya, namun jika ada orang asing yang memberikan sedikit perhatian kepada anda, anda langsung berpikir kalau orang ini sangat baik pada anda; orangtua, istri atau suami anda terus bersikap baik pada anda, anda menganggapnya sebagai hal yang memang seharusnya, bahkan kadangkala tidak suka diperlakukan demikian; namun ketika orang luar memperlakukan anda dengan sikap yang sama, anda pun merasa tersanjung dan sangat berterima kasih kepadanya. Bukankah ini sikap yang bodoh sebagaimana “berterima kasih pada bulan, tapi meniadakan peran matahari “? Ada seorang gadis yang bertengkar hebat dengan ibunya, karena terbakar emosi, dia lalu lari meninggalkan rumah dan memutuskan untuk tidak akan pernah kembali lagi ke rumah yang tidak dibencinya itu.Dia keluyuran seharian di luar, perutnya terasa lapar sampai keruyukan, dirinya tidak membawa uang sama sekali ketika ke luar rumah, namun dia merasa malu untuk pulang makan di rumah.Sampai malam harinya, ketika berada dekat sebuah stan penjual mie dan mencium aroma wanginya, dia benar-benar ingin makan semangkuk mie, tapi di tubuhnya sama sekali tidak ada uang sepeser pun dan dia hanya bisa menelan ludah saja. Tiba-tiba, penjual mie bertanya dengan ramah padanya: “Nona, apakah anda ingin makan mie?” Dia menjawab dengan malu: “Ya! Tapi ...... saya tidak punya uang!” Penjual mie tertawa mendengarnya: “Ha ha, tidak apa-apa, hari ini anggap saja saya yang traktir!” Gadis ini sama sekali tidak berani percaya pada apa yang didengarnya ini, namun dia duduk di stan jual mie. Segera, semangkuk mie dihidangkan untuknya, dia langsung makan dengan lahapnya dan berkata: “Tuan, anda sungguh baik!” Penjual mie bertanya: “Mengapa anda mengatakan demikian?” Gadis itu menjawab: “Kita sama sekali tidak saling mengenal, tapi anda begitu baik pada saya, tidak seperti ibu saya, ibu saya sama sekali tidak mengerti akan kebutuhan dan pandangan saya, sungguh menyebalkan sekali!” Penjual mie kembali tertawa: “Nona, saya hanya memberikan semangkuk mie padamu, anda sudah sangat berterima kasih kepada saya, tapi ibu anda sudah memasakkan makanan untuk anda selama lebih dari dua puluh tahun, bukankah sudah seharusnya anda lebih berterima kasih kepada ibu anda?” Begitu mendengar perkataan penjual mie ini, gadis ini bagaikan tersadarkan dari mimpi, air matanya pun segera bercucuran di pipi. Tanpa peduli lagi pada mangkuk mie yang masih tersisa separuhnya, dia segera bergegas pulang ke rumahnya. Baru tiba di depan gang, dari jauh sudah terlihat ibunya yang berada di depan pintu rumah dan terus memandang ke sekeliling dengan perasaan cemas, hatinya seketika terasa pilu, dia merasa memiliki ribuan permintaan maaf untuk disampaikan kepada ibunya.Sebelum sempat membuka mulutnya, terlihat ibunya telah datang menyambutnya: “Oh! Ke mana engkau pergi seharian? Engkau membuatku takut setengah mati! Mari, cuci tanganmu, sebab sudah waktunya untuk makan malam.” Pada malam ini, gadis ini baru sadar betapa besar cinta kasih ibu kepadany. Matahari selalu ada, namun orang lupa pada cahaya yang diberikannya, ketika keluarga masih berada di sisi, orang selalu lupa akan kehangatan yang diberikan oleh mereka; seseorang yang dirawat dengan teliti, malah semakin tidak tahu untuk berterima kasih, sebab siang hari sudah cukup terang, lalu apakah matahari sudah tidak dibutuhkan lagi?
Categories: